Minggu, 19 Desember 2010

selingkuh..................???!!!!???

Selingkuh, dari segi bahasa saja sudah mengandung makna negative.
Dalam Kamus Besar  Bahasa Indonesia, selingkuh mempunyai makna yang
banyak :
1.      tidak berterus terang
2.      tidak jujur atau serong
3.      suka menyembunyikan sesuatu
4.      korup atau menggelapkan uang
5.      memudah-mudahkan perceraian
Kelima-limanya dapat terjadi pada waktu, kondisi apapun dan dapat
ditimbulkan oleh siapapun. Kelima-limanya tersebut tidak disukai oleh
agama dan telah disebut dengan pelanggaran, melanggar perintah Allah.
Jika kelima-limanya tersebut terjadi dalam keluarga maka telah terjadi
perselingkuhan dalam keluarga yang sekarang akan dibahas. Contohnya,
apabila seorang isteri diam-diam mengambil uang suaminya tanpa
memberitahu itu sudah termasuk selingkuh. Jika seorang suami
sebenarnya mendapatkan penghasilan 1 juta namun dilaporkan kepada
isterinya hanya 500 ribu, maka itupun sudah termasuk selingkuh. Puncak
selingkuh dalam keluarga adalah salah satu pihak telah menjalin
hubungan dengan pria/wanita idaman lain (PIL/WIL) tanpa sepengetahuan
pasangannya.
Ada ayat dalam Al-Quran, Surat An-Nisa yang menjelaskan bahwa betapa
dekatnya arti pasangan dengan diri kita sendiri, bahkan jikalau memang
harus bercerai, mahar yang telah diberikan kepada isterinya dahulu
tidak boleh diminta kembali. Berikut bunyinya :
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,
sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta
yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang
sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan
yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?”. (QS.4:20)
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah
bergaul (bercampur/AFDHO) dengan sebagian yang lain sebagai
suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu
perjanjian yang kuat.” (QS. 4:21)
Mari lihat lebih dalam lagi sebenarnya apa arti AFDHO dalam Surat 4:21
diatas. AFDHO  berasal dari  kata FADHO yang artinya angkasa luar.
Angkasa luar itu mempunyai ruang yang sangat luas, tanpa batas dan
terbuka. Karena itu hendaknya hubungan suami isteri semestinya seperti
angkasa luar ini,  tidak ada batas di antara suami isteri, dan
se-terbuka-terbukanya diantara keduanya. Kalau masih ada gengsi,
takut-takut dan sembunyi-sembunyi terhadap sesuatu sekecil apapun
diantara keduanya maka belum mengikuti kehendak dan keinginan Allah
tersebut. Allah menginginkan  antara kita dan pasangan kita adalah
saling terbuka. Pasangan adalah diri kita.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari diri kamu, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu mawaddah dan rahmah.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.”(QS.30:21)
Kita  lihat ayat diatas.  Allah mengatakan Dia  telah menciptakan
untukmu isteri-isteri dari diri kamu. Apa maknanya ? Maknanya adalah
pasangan kita sesungguhnya adalah diri kita. Maukah kita merugikan
diri Anda sendiri dalam arti merugikan pasangan Anda ? Maukah Anda
menyakiti diri sendiri artinya menyakiti pasangan Anda yang merupakan
diri Anda sendiri ? Pasangan kita adalah diri kita. Apabila kita
menginginkan sesuatu  maka sebelum kita mengucapkan, suami/isteri kita
sudah dapat menebaknya dengan tepat apa yang kita inginkan, karena dia
adalah diri kita. Begitu juga sebaliknya karena kita juga adalah
dirinya. Semakin terjadi persesuaian suami-isteri, akan semakin
bahagia mereka.
Hidup bersama dengan pasangan, mempunyai arti sesungguhnya yang amat
dalam. Hidup itu adalah ditandai dengan gerak, bisa merasakan dan
dirinya tahu. Kalau Anda hidup bersama dengan pasangan, maka gerak
langkah secara bersama, pengetahuan Anda dan pasangan bersama-sama
tahu dan mencari tahu terhadap segala hal dan masalah yang  sedang
dihadapi, dan Anda bersama pasangan Anda mempunyai perasaan yang sama.
Kalau pasangan Anda tidak menyukai sesuatu pada diri Anda, maka
ubahlah diri Anda. Kalau pasangan Anda tidak menyukai dan  tidak
meridhai poligami, maka jangan Anda lukai diri Anda sendiri (pasangan
Anda) dengan poligami.
Dalam ajaran Islam, ada perintah musyawarah. Dalam Al-Quran,
musyawarah ini digunakan 3 x, yaitu musyawarah untuk pujian,
musyawarah dalam kehidupan bermasyarakat dan musyawarah dalam hidup
berumah tangga.  Jadi dalam hidup berumah tangga, tidak ada yang
tertutup sedikitpun, dan musyawarah membutuhkan kejujuran. Jadi jangan
menyembunyikan  sesuatu pada pasangan Anda.
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. …. dan musyawarahkanlah di antara kamu
(segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”  (QS.65:6).
Ada kasus khusus, memang ada sesuatu dalam kehidupan berumah tangga
berbohong dibenarkan dalam rangka menyenangkan pasangan, yaitu gombal
pada pasangannya. Begitu juga menyembunyikan sesuatu kalau dalam hal
kemaslahatan bersama dan bukan  untuk  kepentingan pribadi, hal ini
dapat dibenarkan oleh Allah. Dalam sebuah  hadits, ada seorang isteri
sedang  sendirian  bersama  anaknya yang  sedang sakit  keras,
suaminya sedang  pergi  mencari nafkah dan sudah lama perginya karena
jaman dulu pergi mencari nafkah itu betul-betul memakan waktu lama,
tidak ada transportasi yang  cepat seperti sekarang. Anaknya yang
sedang sakit ini, kemudian  meninggal. Tak lama  kemudian, suaminya
pulang. Sesampai  di rumah, suaminya menanyakan bagaimana kabarnya dan
kabar anak mereka berdua ? Dijawab sang isteri karena tidak ingin
memberikan berita buruk sebelum suaminya pulih betul istirahatnya,
“anak kita sedang istirahat setenang-tenangnya”. Tenanglah suaminya
karena tidak ada masalah  dalam rumah yang  kemarin  ditinggalkannya.
Kemudian sang isteri melayani suaminya sepanjang  malam. Esok  paginya
setelah suaminya bangun dan segar, kemudian isterinya baru mengabarkan
keadaan anaknya yang sebenarnya pada sang suami, bahwa anaknya sudah
meninggal, keadaannya sudah setenang-tenangnya. Sang suamipun sedih
dan juga terenyuh akan kesabaran isterinya tapi sudah lebih kuat
sehingga bisa menjadi tumpahan kesedihan dari sang isterinya
sebaliknya atas kematian anak mereka.
Puncak perselingkuhan adalah perzinaan dengan pria/wanita lain. Dasar
kehidupan rumah  tangga adalah kepercayaan. Saling percaya di antara
pasangan adalah hal yang paling pokok.  Jika  tidak ada lagi rasa
percaya dan  saling curiga maka perkawinan sudah bisa lagi berjalan.
Apalagi jika  salah satu menuduh  pasangannya berzina dengan orang
lain maka  sudah  masuk kategori cerai/thalaq abadi. Jika thalaq 1,
thalaq 2  bahkan  thalaq 3  (dalam  thalaq  3 ada catatan telah
menikah dulu dengan orang lain), suami bisa balik  lagi kepada
isterinya untuk menikah lagi atau sebaliknya  (rujuk). Tapi kalau
sudah  menuduh berzina dengan 5 x  ucap (Li’an) maka otomatis  telah
terjadi  thalaq/cerai  abadi.  Hal itu  terjadi  karena mereka  sudah
tidak  lagi  saling  percaya,   sudah  musnah  rasa  kepercayaan
masing-masing. Tidak  ada  lagi kepercayaan maka tidak bisa balik.
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka
tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,
sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah)
yang kelima: bahwa la`nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang
yang berdusta.” (QS. 24:6-7).
Karena itu,  suami isteri dituntut  untuk menghindarkan diri dari
kecurigaan,  dengan cara saling  terbuka.  Seringkali  perceraian
terjadi karena tidak adanya keterbukaan,  dan ini sudah termasuk
selingkuh.
Keterbukaan dan  kejujuran ini bahkan sejak semula jauh sebelum
pernikahan masih dalam rangka  saling kenal mengenal sudah harus
diterapkan.
Dalam  sebuah hadits, disebutkan pesan Nabi, apabila salah seorang
kamu mendatangi perempuan untuk dinikahi dan kamu menggunakan semir
rambut, katakan kepadanya bahwa rambutmu telah disemir.
Kehidupan berumah  tangga yang kita hadapi adalah berinteraksi dengan
manusia bukan  dengan alam.   Manusia mempunyai  perasaan.  Timbulnya
segala sesuatu termasuk pada diri manusia itu dimulai dengan adanya
benih, termasuk cinta. Benih itu timbulnya dimulai dari perasaan. Oleh
karena itu jika cinta ditujukan pada orang lain bukan pada isteri atau
suaminya sendiri, hendaknya buru-buru disingkirkan. Jangan mengatakan
bahwa “saya ga bisa menghapus cinta ini kepada dia  (bukan
suami/isterinya)”.  Ada sebagian orang menyerah seolah dia tidak
berdaya menghadapi perasaan yang timbul dalam dirinya  karena
mencintai orang lain yang bukan suami/isterinya, yang barangkali itu
adalah cinta pertamanya atau sebab-sebab lainnya. Dia terus saja
mengalah tidak berdaya, mengikuti dan menuruti kemauan hatinya yang
sudah ternoda itu. Kemudian dengan mudahnya, ia menggunakan dalih
taqdir yang menyebabkan dia bisa cinta ke orang lain tersebut.
Padahal ada kesalahan yang disebabkan karena  kita sadar dan ada pula
kesalahan yang disebabkan karena kecerobohan kita. Kesalahan yang
disebabkan  kecerobohan ini, contohnya adalah bila ada seorang
perempuan yang diminta untuk menjaga seorang  bayi yang sedang
tertidur, kemudian perempuan itu pergi mengobrol dengan tetangganya
dan terlena berjam-jam mengobrolnya.  Ketika perempuan  itu  kembali
ke bayi dan rupanya bayinya sudah terjatuh dari tempat tidur, maka
bisakah kita katakan itu karena taqdirnya sang bayi ataukah disebabkan
karena kecerobohan perempuan itu ? Tentu,  karena  kecerobohan
perempuan  itu  dalam menjaga sang bayi. Nah, begitu juga dengan
perasaan dan cinta kita kepada orang yang bukan suami/isteri kita
sendiri,  apakah itu disebabkan karena taqdir atau kecerobohan kita
terlena pada cinta dan perasaan itu  berjam-jam, berhari-hari bahkan
bertahun-tahun yang bersemayam dari hati dan perasaan kita ?
Allah sudah melengkapi perangkat-perangkat di dalam diri agar kita
bisa terlepas dan bebas, dan mampu membersihkan kesalahan-kesalahan
kita yang lalu. Semua tergantung dari kesungguhan yang kita lakukan.
Karena itu, segeralah  untuk menghapus cinta dan perasaan pada orang
yang bukan suami/isteri kita  dan  segera menyingkirkannya bukan
sekedar mengubur cinta yang bukan untuk pasangannya. Karena kalau
sekedar menguburnya, sesuatu itu masih ada terpendam  yang
sewaktu-waktu baik secara sadar atau tidak kita bisa membongkarnya
kembali, berbeda halnya jika kita menghapusnya tuntas. Jika benih itu
tidak segera disingkirkan  maka lama-lama  akan menjadi besar dan
bertambah, dan akhirnya bisa menguasai jiwa dan menjadi dorongan,
syetan nanti akan terus membantu jika tidak ada niatan atau tekad yang
kuat untuk menyingkirkannya. Tidak ada dalih yang dapat dibenarkan
sedikitpun tentang hal ini sejak masih dalam benih apalagi sampai
besar. Jangan diperturutkan hati dan perasaan yang salah. Apalagi jika
membayangkan orang  lain (bukan suami/isterinya)  dalam berhubungan
seks  itupun sudah termasuk selingkuh, yang sejak dini berupa benihpun
(masih dalam bayangan/imajinasi)  tersebut  untuk  segera
disingkirkan.
Ketidakjujuran juga termasuk benih dalam kehidupan berumahtangga,
segera singkirkan  pula.  Ketidakjujuran jika terus dibiarkan dapat
mengantar mereka kepada saling tidak  percaya.
Pekerjaan-pekerjaan itu ada yang dilakukan oleh hati dan juga oleh
anggota badan.  Pekerjaan-pekerjaan hati dan pikiran adalah berfikir,
berimajinasi dan berfantasi, jika  pekerjaan-pekerjaan hati tersebut
tidak mengarah kepada  kebaikan  segera  singkirkan dan hapus, seperti
imajinasi fantasi kepada orang lain bukan kepada suami/isteri Anda
segera musnahkan. Kita harus memadamkan api sebelum dia berkobar.
Jangan  perturutkan hati dan  terlena karenanya sedini mungkin.
Jadi selingkuh mempunyai arti yang banyak dan tidak hanya sebatas
selingkuh secara   fisik tapi bisa karena hati dan pikiran
(imajinasi/fantasi). Segera singkirkan sedini mungkin. Dan untuk
mencegahnya, dalam hidup berumah tangga diperlukan adanya keterbukaan
& kejujuran sebagai dasar pokok.
Tanya Jawab :
-         Tanya : Bagaimanakah dengan Nikah Sirri ?
-         Jawab : Kembali dulu kepada pengertian nikah sirri  yang
sebenarnya. Nikah Sirri adalah nikah yang dirahasiakan dimana
kerahasiannya itu  sampai batas-batasnya, hanya merahasiakan pada
orang lain. Batas-batasnya itu sampai dimana ? Batas-batasnya adalah
adanya wali perempuan, mempelai laki dan wanita, dan 2 orang saksi,
lalu ditambah aturan dalam Negara kita adalah tercatat dalam KUA. Jadi
Nikah Sirri itu sama dengan pernikahan biasa, hanyasanya nikah sirri
tidak dirayakan. Jika ada seorang menikah kemudian dia meminta utk
orang lain agar mengatakan bahwa dia belum menikah padahal sudah
menikah (apalagi berbohong pada isterinya), nah ini sudah diluar batas
dan dilarang oleh Allah, karena itu  termasuk berbohong dan dusta.
Allah menyuruh jika kita menikah harus diumumkan.
Nikah yang tidak diketahui oleh isteri (apalagi tidak
diridhai/disukainya), itu dilarang dalam Islam sesuai dengan
pembahasan diatas, karena tidak jujur.
Apabila memang berniat untuk menikah lagi atas kesepakatan kedua
belah pihak, keridhaan dan keinginan kedua belah pihak karena
alasan-alasan yang dapat  diterima menginginkan  keturunan  yang tidak
diperoleh melalui isterinya (Tafsir Al-Misbah Vol.3, Surat An-Nisa:4),
maka menikah lagi bagi sang suami  tidak dilarang menurut agama.
Sekarang banyak fenomena dimana sang isteri tidak mengetahui,
suaminya mempunyai isteri-isteri lain dan anak-anak lain, karena
sembunyi-sembunyi dan tidak jujur  pada isterinya. Selain itu, juga
banyak fenomena terjadi pemaksaan kehendak suami untuk menikah lagi.
Ini tidak diridhai oleh Allah karena sudah termasuk selingkuh.
-         Tanya : Bagaimana jika  kita  tidak jujur pada anak-anak kita ?
-         Jawab : Ada  suatu pengertian yang hendaknya orang tua dan
anak harus mengerti sampai dimana batas anak harus berbakti pada orang
tuanya. Menurut Rasyid Ridha bahwa bukan  termasuk anak  berbakti
kepada orang  tua  apabila  dengan  cara mengikuti semua kehendak dan
keinginan orang tua menyangkut hak-hak anak. Orang  tua menyuruh anak
dengan memaksa, maka itu sudah melanggar hak anak untuk bebas memilih.
Apabila anak mengikuti dengan terpaksa maka itu bukan dikategorikan
anak telah berbakti kepada  orang  tuanya.

Wassalamualaikum wr.wb,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar