Rabu, 31 Agustus 2011

Kisah para tauladan menyambut kematiannya.


 Kekasih Allah Ibrahim Allaihi Salam
Bercerita Imam Muhasabi dalam kitab “Ar-Riayah” bahwa Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim, allaihi salam:  ”Wahai kekasihku, bagaimana engkau menemukan kematianmu?” Dia berkata: Seperti tusuk besi (yang dipakai untuk membakar daging) yang diletakan di atas bulu yang basah, kemudian ditarik.” Kemudian Allah berfirman, “Sungguh (yang demikian itu) telah kami mudahkan kematian bagimu, Wahai Ibrahim.”
Nabi Allah Daud, Allaihi Salam
Diriwayatkan bahwa malaikat maut datang untuk menjemput Nabi Daud alaihi salam.  Daud berkata: “Siapakah engkau?” Dia menjawab, “kami yang tidak takut raja dan tidak mengabaikan orang-orang kecil, kami juga tidak menerima suap”. Daud berkata: “Jika demikian, anda adalah malaikat kematian?” Dia menjawab: “Ya”, Daud balik berkata: “Kok, mendadak begini, aku tidak mendapatkan pemberitahuan (terlebih dahulu)” Malaikat berkata: “Hai Daud, di mana sahabat-mu fulan? Di mana pula si fulanah, tetanggamu?” “Mereka sudah mati”, jawab Daud. “Bukankah itu pemberitahuan padamu untuk bersiap-siap.”
Nabi yang diajak bicara oleh Allah, Musa allaihi salam
Dikisahkan bahwa Nabi Musa allaihi salam ketika jiwanya berangkat menuju Allah, Allah berfirman: “Hai Musa, Bagaimana kau menemukan kematian?” Dia menjawab, “Aku mendapati diriku seperti burung hidup yang digoreng di atas penggorengan, tidak mati sehingga aku istirahat, dan tidak bertahan hidup sehingga aku terbang”. Diriwayatkan bahwa Musa berkata: “Aku menemukan diriku sebagai seekor kambing dikuliti oleh tukang daging dalam keadaan hidup”.
Ruh Allah, Isa allaihi salam.
Isa putra Maryam, allaihi salam, berkata, “Wahai kaum Hawariyin, berdoalah kepada Allah agar kalian dimudahkan pada saat syakrat (maut) ini” Diriwayatkan bahwa kematian lebih berat dari tebasan pedang, gorokan gergaji dan capitan gunting.
Rasulallah saw menggambarkan kematian kepada para sahabatnya.
Diriwayatkan dari Syahr bin Husyab dia berkata, Rasulullah saw ditanya tentang beratnya kematian? Dia (saw) bersabda, “kematian yang paling ringan adalah seperti bulu wol yang tercerabut dari kulit domba. Apakah mungkin kulit dapat keluar kecuali bersama bulu-bulunya itu?”
Abu Bakar As-shidiq, radiallahu anhu.
Ketika Abu Bakar radiallahu anhu menghadapi hari-hari kematiannya, dia sering membaca, “dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya” (Qur’an Surah: Qaaf 19).
Dia berpesan kepada Aisyah, puterinya: “Lihatlah kedua pakaianku ini, cucilah keduanya dan kafankan aku dengannya. Sesungguhnya mereka yang hidup lebih utama menggunakan baju baru daripada yang sudah jadi mayit.”
Di detik-detik menjelang kematiannya, ia berpesan kepada Umar dengan berkata, “Aku berpesan padamu dengan satu wasiat, sebab tak mungkin engkau mendahuluiku. Sesungguhnya Allah Maha Benar dengan tidak pernah membuat malam mendahului siang, dan siang tak pernah mendahului malam. Sesungguhnya, tidak diterima ibadah-ibadah sunah, jika yang wajib tak ditunaikan. Dan, akan diberatkan timbangan (kebaikan) di akhirat bagi mereka yang menunaikan hak-hak di dunia. Dan akan diringankan timbangan (kebaikan) seseorang di akhirat jika diikuti dengan kebatilan.
Umar bin Khathab, radiallahu anhu.
Ketika Umar bin Khattab ditusuk oleh seseorang, Abdullah bin Abbas datang menjenguknya, dia berkata: “Engkau telah masuk Islam saat orang-orang (lain) masih kafir. Dan engkau selalu berjihad bersama Rasulallah SAW saat orang-orang (lain) malas. Saat Rasulallah SAW wafat dia sudah ridha denganmu”. Umar kemudian berkata, “Ulangi ucapanmu!” Maka diulang kepadanya. Dia kemudian berkata, “celakalah orang yang tertipu dengan ucapan-ucapanmu itu.”
Abdullah bin Umar, puteranya, berkata: waktu itu kepala ayahku di pangkuanku, saat sakit menjelang kematian. Ayah berkata, “letakan kepalaku di atas tanah!” Aku menjawab, “Bagaimana ayah, apakah tidak sebaiknya di atas pangkuanku saja.” “Celaka kamu, letakan di atas tanah.” Ayah setengah membentak. Kemudian, Abdullah bin Umar meletakannya di atas tanah. Umar berkata, “Celaka aku, celaka juga ibuku, jika Tuhanku tidak menyayangi aku.”
Ustman bin Affan, radiallahu anhu.
Setelah ditusuk oleh orang-orang yang memberontak, hingga darah mengalir ke janggutnya, Ustman berkata, “Tidak ada Tuhan selain Engkau (ya Allah), Maha Suci Engkau sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. Ya Allah, aku memohon perlindungan-Mu, dan pertolongan-Mu atas segala persoalanku, dan aku memohon pada-Mu diberikan kesabaran atas ujian ini.”
Setelah ia akhirnya wafat, para sahabatnya membuka lemari yang terkunci. Mereka mendapatkan satu kertas yang tertulis begini: “Bismillahirrahman ar-rahim, Ustman bin Affan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, tak ada sekutu bagi-Nya. Dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Dan bahwa syurga adalah benar (adanya). Dan bahwa Allah kelak akan membangkitkan setiap yang dikubur pada hari yang tidak ada lagi keraguan padanya (kiamat). Sesungguhnya Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya. Atas nama-Nya kita hidup, atas nama-Nya kita mati dan atas nama-Nya pula kita akan dibangkitan, insya-Allah.”
Ali bin Abi Thalib, radiallahu anhu.
Setelah ditusuk, Ali radiallahu anhu berkata: Apa yang sudah dilakukan terhadap orang yang menusukku? Mereka menjawab, “kami telah menangkapnya”. Ali berkata, “Beri makan dan minum dia dengan makanan dan minumanku. Jika aku hidup, aku ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Jika aku mati, maka pukulah dia sekali pukul saja, jangan kalian tambahkan sedikitpun.”
Kemudian Ali berpesan kepada Hasan, puteranya, agar memandikannya. Ali berkata, “Jangan berlebih-lebihan dalam mengkafaniku, sesungguhnya aku mendengar Rasulallah SAW bersabda, janganlah bermewah-mewahan dalam berkafan sebab yang demikian itu menghimpit dengan keras.”
Kemudian Ali berpesan lagi: “Bawalah aku di antara rakyat. Jangan terlalu cepat, juga terlalu lambat. Jika aku memiliki kebaikan, niscaya (dengan membawa aku ke hadapan mereka) kalian telah mensegarakan aku menuju kebaikan itu. Jika aku memiliki keburukan, kalian telah mengantarkan aku untuk bertemu dengannya sebelum aku dihisab.”
Amr bin Ash, radiallau anhu.
Pada tahun 43 hijriyah, Amr bin Ash menemui kematiannya saat ia menjadi gubernur di negeri Mesir. Pada hari-hari terakhir menjelang kematiannya, ia berkata, “Aku dulu seorang kafir yang paling keras…. Aku juga orang terkeras pada Rasulallah SAW. Sekiranya aku mati ketika itu, aku pasti masuk neraka. Kemudian, aku berbaiat kepada Rasulallah SAW. Tak ada manusia yang paling aku cintai melebihi beliau SAW. Tak ada yang … Sekiranya aku diminta untuk membuat naat (pada saat kematiannya), niscaya aku tak mampu. Sebab, aku tak pernah bisa berhenti menyeka airmataku sebagai kekagumanku padanya. Sekiranya pada saat itu aku mati, aku mesti masuk syurga…. Kemudian aku diuji setelahnya dengan kekuasaan… dan dengan hal-hal yang aku tidak tahu, apakah akan menolongku atau membebani aku” Kemudian, Amr bin Ash mendongakan kepalanya ke langit, dan berkata,
“Ya Allah… tak ada lagi (alasan) pembebas….. Sehingga aku dapat meminta maaf. Tak ada lagi kekuasaan sehinga aku minta tolong. Sekiranya Engkau tidak merahmati aku, nicaya aku termasuk orang-orang yang celaka!!” Begitulah selalu ia memohon ampun kepada Tuhannya, hingga ajal menjemputnya dan ia mengucapkan, “La Ilaha Illa Allah…”
Diriwayatkan bahwa sebulan sebelum kematiannya, anaknya berkata padanya, “wahai ayah… engkau pernah berucap kepada kami…. semoga kami dapat bertemu sesorang yang cerdas yang dapat menceritakan suasana saat kematian. Engkaulah orang itu, ceritakan pada kami bagaimana kematian? Maka, Amr bin Ash berkata, “Wahai anakku, seakan-akan di punggungku ada lemari yang menindih, dan seakan akan bernafas dari lubah jarum ..
Huzaifah bin Yaman, radiallahu anhu.
Pada suatu hari di tahun ke tiga puluh enam hijriyah…. Huzaifah dipanggil menghadap-Nya. Saat ia berusaha untuk bersiap-siap menuju perjalanan ke negeri akhirat, masuk sejumlah sahabat ke kamarnya… Ia bertanya pada mereka. “Apakah kalian datang membawa kain kafan?” Mereka menjawab, “Ya” Dia berkata, “Tunjukan padaku!” Setelah melihatnya, ia mendapati kain kafan itu masih baru…. Dengan susah payah ia berucap, “Kain kafan apa ini? Sungguh aku hanya butuh dua helai kain putih yang tak terjahit…Sesungguhnya aku tidak menggunakannya di kuburan kecuali hanya sebentar hingga aku mengganti keduanya dengan yang lebih baik… atau yang lebih buruk.
Selanjutnya, dia mengucapkan kalimat yang tak jelas.. Para sahabatnya berusaha mendengarkan… ia berucap: “Selamat datang kematian. Kekasih yang datang dengan membawa rindu. Tak akan beruntung mereka yang menyesal (di hari ini).
Ruhnya kemudian terbang menuju Allah. Itulah salah satu hamba yang paling bertakwa….
Muadz bin Jabal, radiallahu anhu.
Sampailah Muadz bin Jabal ke ajalnya. Ia dipanggil untuk bertemu Allah…. Pada saat sakratul maut, setiap perasaan yang sesungguhnya akan mencuat, dan terucap di lidah seseorang, sekiranya ia masih dapat bicara. Ucapan yang dapat dikatakan sebagai kesimpulan dari perjalanan hidup seseorang. Pada saat-saat seperti itu, Muadz mengucapkan kalimat yang sangat menakjubkan yang mengungkap cita-cita seorang mu’min. Ia menghadap ke langit, seakan berdialog dengan Tuhannya. “Ya…. Allah, aku dulu sangat takut pada-Mu. Tetapi hari ini aku ingin bertemu dengan-Mu. Ya… Allah, sesungguhnya Engkau Maha Tahu bahwa aku tidak mendahulukan dunia untuk akheratku.”
Sa’ad bin Abi Waqash, radiallahu anhu
Pada suatu hari di tahun lima puluh empat hijriyah, Sa’ad bin Abi Waqash telah berusia di atas delapan puluh tahun. Setiap hari ia berharap segera menemui kematiannya. Salah satu anaknya menceritakan, “Suatu hari kepala bapakku aku letakan di pangkuanku, dia bernafas setengah-setengah. Aku menangis. Dia berkata, Apa yang membuatmu menangis, wahai puteraku? Seungguhnya Allah tidak akan mengazabku selama-lamanya. Aku yakin aku adalah penduduk surga.
Suatu kali, Rasulallah SAW telah memberinya kabar baik, dan dia beriman dengan kabar itu yaitu bahwa ia tidak akan diazab karena ia termasuk ahli surga. Nampaknya, ia ingin bertemu dengan Allah dengan mengumpulkan semua bekal yang ia punya. Ia kemudian menunjuk ke arah lemari. Kemudian lemari itu dibuka. Di dalamnya terdapat kain yang sudah sangat lusuh dan robek sana-sini. Ia meminta keluarganya untuk mengkafankannya dengan kain itu, seraya berkata, “Aku berjuang melawan orang-orang Musyrik pada perang Badr (dengan pakain ini), dan aku menyimpannya untuk hari ini!”
Bilal bin Rabah, Sang Muadzin Nabi
Ketika Bilal didatangi kematian… Istrinya berkata, “sungguh kami akan sangat bersedih.” Bilal membuka kain yang menutupi wajahnya, saat itu ia dalam sakratul mautnya. Dia kemudian berkata, “Jangan kau katakan demikian. Katakanlah, sungguh kami akan sangat bahagia” Kemudian dia berkata lagi, “Besok aku akan bertemu pujaanku, Muhammad SAW dan para sahabatnya.”
Abu Dzar al-Ghifari, radiallahu anhu.
Ketika Abu Dzar al-Ghifari mendekati kematiannya, istrinya menangis. Abu Dzar bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Ia menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, sementara engkau mati di negeri yang tandus begini, sementara kita tidak punya kain untuk mengkafanimu”.
Dia kemudian berkata, “Tak usah bersedih. Aku beri kabar gembira untukmu. Suatu hari aku mendengar Rasulallah Saw bersabda, aku dan para sahabat lainnya ada di situ, “Di antara kalian akan ada yang mati di tempat yang tandus dan disaksikan oleh sejumlah orang-orang beriman”. Tak ada seorangpun dari para sahabat itu yang mati di padang tandus begini. Mereka meninggal di perkampungan dan di tengah-tengah masyarakat. Akulah yang akan mati di tempat tandus ini. Demi Allah, aku tidak berdusta.. tunjuki aku jalan..” Istrinya berkata, “Rombongan haji sudah berangkat, dan aku tak tahu lagi harus ke jalan mana”.
Di padang yang tandus itu, tiba-tiba ada serombongan kafilah lain yang lewat. Demi mendengar suara tangisan dari balik gubuk yang kecil, mereka berhenti dan bertanya-tanya, ada apa? Seseorang di antara mereka mengenali, subhanallah, ini Abu Dzar, sahabat Nabi yang mulia. Mereka menghentikan perjalanannya dan mengurus seluruh prosesi pemakaman Abu Dzar.
Abu Darda, radiallahu anhu.
Ketika Abu Darda menemui kematiannya, ia berkata:
Sudahkah setiap orang mempersiapkan diri untuk seperti aku saat ini? Sudahkah setiap orang mempersiapkan diri untuk seperti aku hari ini?Sudahkah setiap orang mempersiapkan diri seperti aku detik ini?
Kemudian Allah mencabut ruhnya.
Salman Al-Farisi, radiallahu anhu.
Salman al-Farisi menangis saat hendak menemui kematiannya. Ia kemudian ditanya oleh kelaurganya: “Apa yang membuatmu menangis?” Ia berkata, “Rasulallah saw telah memprediksi bahwa perbekalan kita (untuk mati) seperti perbekalan orang berkendara. Sementara di sekelilingku hanya ini perbekalanku.
Ada yang berkata, “Waktu itu di sisi Salman al-Farisi ada ijanah, jafnah dan muthaharah. Ijanah adalah becana (bak) tempat dimana air dikumpulkan. Jafnah: tempat mengumpulan makanan dan air. Al-Muthaharah adalah becana (bak) tempat orang mengambil air yang suci.
Anas bin Sirrin berkata, “Anas bin Malik hadir saat Salman al-farisi menemui kematiannya. Ia berkata, “Talqinkan aku dengan La Ilah Illa Allah, mereka tetap mengucapkan itu hingga ajal menjemputnya.”
Abdullah bin Mas’ud:
Ketika Abdullah bin Mas’ud menemui kematiannya, ia memanggil puteranya: “Ya Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, aku ingin berpesan padamu tentang lima hal. Jagalah demi menjalankan pesanku ini. Pertama: Hilangkanlah rasa putus asa dari hadapan orang banyak, sebab demikianlah kaya yang sesungguhnya.
Kedua: Tinggalkan mengemis (untuk kebutuhan hidupmu) dari orang lain, sebab yang demikian itu adalah kemiskinan yang kau datangkan sendiri. Ketiga: Tinggalkan hal-hal yang kau anggap tak berguna. Jangan sekali-kali sengaja kau mendekatinya. Keempat: Jika kau mampu, janganlah sampai terjadi padamu satu hari di mana hari itu lebih tidak lebih baik dari kemarin. Usahakanlah. Kelima: Jika engkau shalat, lakukanlah dengan sungguh-sungguh. Resapi dan renungkan seakan engkau tak akan shalat lagi setelah itu.

Sabtu, 27 Agustus 2011

ranjau dibalik kenikmatan

Sekali melakukan kelalaian tanpa ada yang memberi teguran, dan berlanjut ‘maksiat’ kecil-kecilan, maka ada kebohongan terus-terusan, begitulah yang terjadi, semoga Allah ta’ala dapat menyinari kembali hatinya.
yang enak-enak dan nikmat itu seringkali adalah jebakan setan, adalah ranjau-ranjau neraka. Di negeri sekuler dan negera non islam seperti tempat tinggal kami sekarang ini, penduduk ‘doyan disodori iklan kondom’, padahal yang urgen adalah ‘jauhi zina’. Iklan pemerintah kepada masyarakat lainnya adalah “Kurangi kadar alkohol dan kurangi merokok, mumpung masih muda”, padahal kalau memang jujur, seharusnya katakan, “Gerakan hidup sehat, manfaatkan masa muda tanpa minuman beralkohol, tanpa merokok”. Namun begitulah, kenikmatan-kenikmatan dunia sangat digemari, Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, ”Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.”
Hampir setiap kasus penipuan dan perampasan hak di berbagai negeri selalu menggunakan modus operandi ‘kenikmatan’. Contohnya ada kelompok pengajian RT fulanah tiba-tiba dikucuri ‘nikmat’ dana yang lumayan besar untuk keperluan bakti sosial ramadhan mereka. Donaturnya merupakan sahabat dari salah seorang jamaah pengajian tersebut. Namun tak diduga, beberapa tahun setelah itu, selain diduga bahwa dana yang seharusnya berjumlah dua kali lipat dari jumlah itu menurut laporan tertulis, terungkaplah bahwa dana itu ‘diributkan’ pula di level penguasa, ada indikasi besar bahwa dana donasi itu merupakan sebagian kecil dari dana yang dikorupsi oleh si donatur atas amanah yang ia emban. Astaghfirrulloh, berputar-putar lingkaran setan, dari lapisan atas hingga lapisan bawah, korupsi dan kolusi merata-rata. Naudzubillahiminzaliik.

Di antara nikmat yang paling besar yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya adalah pertolongan-Nya sepanjang waktu, terutama bagi hamba-Nya yang taat dan menjauhi maksiat. Bukankah korupsi dan riba berarti berlumur maksiat? Ingatkah akan terpecah belahnya ummat Islam juga karena makin banyak maksiat (selain keterlibatan kolusi dan konspirasi Internasional pemerintah Amerika, Israel, Inggris, dll)? Umar bin Khattab r.a berwasiat ketika melepas tentara perang:
“Dosa yang dilakukan tentara (Islam) lebih aku takuti dari musuh mereka. Sesungguhnya umat Islam dimenangkan karena maksiat musuh mereka kepada Allah. Kalau tidak demikian kita tidak mempunyai kekuatan, karena jumlah kita tidak sepadan dengan jumlah mereka, perlengkapan kita tidak sepadan dengan perlengkapan mereka. Jika kita sama dalam berbuat maksiat, maka mereka lebih memiliki kekuatan. Jika kita tidak dimenangkan dengan keutamaan kita, maka kita tidak dapat mengalahkan mereka dengan kekuatan kita.”
Telah Allah kirimkan tsunami, gempa di bumi-Nya berulang kali, banjir dimana-mana, badai dan beragam amukan alam-Nya akibat peringatan pula atas menggunungnya kemaksiatan yang bagi kebanyakan manusia merupakan ‘kenikmatan’. Tetapi lagi-lagi belum ada taubat sejati, tak usai dibahas, tak habis dikuliti, tetap saja lingkaran setan penyakit korupsi dan maksiat itu tak segera diakhiri. Amanah bantuan bencana alam malah selain jadi ladang amal, sebagian menjadikannya “ladang korupsi” nan tetap merajalela. Tragis. Negeri yang dulu dikenal berpenduduk ramah dan bersikap tolong-menolong (dalam kebaikan), sekarang lebih dikenal sebagai negeri yang banyak masalah korupsi, penduduk saling tatap curiga dan mudah terpancing emosi. Jika budaya tolong menolong masih diakui, banyak pula yang salah persepsi, tolong-menolong malah dalam menutupi ulah berkorupsi, bergotong-royong menggerogoti harta anak cucu negeri, jangan sampai tercebur ke penjara. Kalau ada pemeriksaan polisi, semuanya (lari), beralasan sakit jantung atau tugas luar negeri. Mereka terus berpesta dan merasakan ‘kenikmatan’, suka cita penuh tawa, tanpa menyadari bahwa sesungguhnya mereka sedang berdiri di atas ranjau-ranjau berbalut kesenangan! Maka kasus tak pernah selesai. Mungkin menanti sidang Allah ta’ala di yaumil hisab, wallahu ‘alam bisshowab.
(Semoga ramadhan tahun ini kian bermakna, Selamat datang bulan mulia, Terima kasih atas kesempatan menemui ramadhan kembali, duhai Ilahi…)

Jumat, 19 Agustus 2011

sejarah tafsir alqur'an

Tafsir Al-Quran sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. beliau adalah penafsir pertama dan utama Al-Quran. Itulah sebabnya dalam tafsir Ibnu Katsir (dalam mukadimahnya) beliau memberikan satu arahan bagaimana metode tafsir yang baik. Metode tafsir yang terbaik adalah tafsirul Quran bil Quran. Menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran. Antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam Al-Quran boleh jadi saling menafsirkan.

Misalnya, ketika Anda membaca ayat pertama surat Al-Mukminuun yang artinya "Sungguh beruntung orang-orang yang beriman." Kalau hanya membaca satu ayat tersebut, pahamkah kita maksudnya? Tentu saja tidak. Ayat itu membutuhkan penjelasan, orang beriman yang beruntung itu yang seperti apa? Ayat 2-12 surat Al-Mukminun adalah ayat-ayat selanjutnya, "(Yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (Yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)."

Selain metode tersebut, ada juga metode menafsirkan Al-Quran dengan hadits. Mislanya pada ayat yang mengatakan, "Sungguh perbuatan mereka itu menutupi hati mereka." Apa maksudnya? Penjelasannya ada dalam hadits Nab Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. "Apabila seorang hamba bersalah (berdosa), akan tumbuh satu noda hitam dalam hatinya, tapi kalau si hamba menghentikan perbuatan dosanya, ia memohon ampun, ia bertobat, ia berhenti dari kesalahannya maka cemerlanglah hatinya. Tapi kalau hamba itu mengulang-ulangi lagi perbuatannya, maka dosa itu akan semakin bertambah dan bertambah hingga menutupi hatinya."

Berkat hadits tersebut, kita bisa memahami apa maksud ayat yang menyatakan perbuatan yang dpat menutupi hal tersebut tadi.

Ada juga metode menafsirkan Al-Quran dengan qaul (perkataan) sahabat. Sahabat yang ahli dalam bidang tafsir adalah Ibnu Abbas. Rasulullah Saw pernah mendoakan Ibnu Abbas agar menjadi seorang penafsir Al-Quran. Beliau pernah berdoa, "Ya Allah, pahamkan dia tentang Al-Quran dan beri kemampuan dia untuk menafsirkan Al-Quran." Akhirnya, Ibnu Abbas pun menjadi ahli tafsir di kalangan para sahabat. Terakhir, metode menafsirkan Al-Quran dengan merujuk pada pendpat para tabiin (ornag-orang yang beriman setelah para sahabat).

Itulah sekilas tentang sejarah penafsiran Al-Quran sejak zaman Rasulullah, sahabat, hingga tabiin. Jadi, Al-Quran itu sendiri dapat dtafsirkan dengan AL-Quran itu sendiri, perkataan Rasulullah, perkataan para sahabat, dan perkataan para tabiin. Keempat metode tersebut dinamakan tafsir bin matsur. Kalau semua tahapan ini sudah dilewati, kita baru boleh masuk ke tahap penafsiran selanjutnya, yaitu tafsir bil ro'yi. Artinya, si penafsir mencurahkan semua ilmunya untuk memberikan makna-makna pada ayat tersebut, dengan catatan dia telah melewati tafsir bil matsur.

Selasa, 31 Mei 2011

ayat-ayat tentang sabar

Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.” (Aali ‘Imraan:200)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:155)

Dan Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar:10)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الأُمُورِ
“Tetapi orang yang bersabar dan mema`afkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Asy-Syuuraa:43)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:153)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kalian.” (Muhammad:31)
Dan ayat-ayat yang memerintahkan sabar dan menerangkan keutamaannya sangat banyak dan dikenal.

Pengertian dan Jenis-jenis Sabar
Ash-Shabr (sabar) secara bahasa artinya al-habsu (menahan), dan diantara yang menunjukkan pengertiannya secara bahasa adalah ucapan: “qutila shabran” yaitu dia terbunuh dalam keadaan ditahan dan ditawan. Sedangkan secara syari’at adalah menahan diri atas tiga perkara: yang pertama: (sabar) dalam mentaati Allah, yang kedua: (sabar) dari hal-hal yang Allah haramkan, dan yang ketiga: (sabar) terhadap taqdir Allah yang menyakitkan.

Inilah macam-macam sabar yang telah disebutkan oleh para ‘ulama.
Jenis sabar yang pertama: yaitu hendaknya manusia bersabar terhadap ketaatan kepada Allah, karena sesungguhnya ketaatan itu adalah sesuatu yang berat bagi jiwa dan sulit bagi manusia. Memang demikianlah kadang-kadang ketaatan itu menjadi berat atas badan sehingga seseorang merasakan adanya sesuatu dari kelemahan dan keletihan ketika melaksanakannya. Demikian juga padanya ada masyaqqah (sesuatu yang berat) dari sisi harta seperti masalah zakat dan masalah haji.
Yang penting, bahwasanya ketaatan-ketaatan itu padanya ada sesuatu dari masyaqqah bagi jiwa dan badan, sehingga butuh kepada kesabaran dan kesiapan menanggung bebannya, Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.” (Aali ‘Imraan:200)
Allah juga berfirman
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaahaa:132)
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ تَنْزِيلاً(23) فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu.” (Al-Insaan:23-24)
Ayat ini menerangkan tentang sabar dalam melaksanakan perintah-perintah, karena sesungguhnya Al-Qur`an itu turun kepadanya agar beliau (Rasulullah) menyampaikannya (kepada manusia), maka jadilah beliau orang yang diperintahkan untuk bersabar dalam melaksanakan ketaatan.
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (Al-Kahfi:28)
Ini adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Jenis sabar yang kedua: yaitu bersabar dari hal-hal yang Allah haramkan sehingga seseorang menahan jiwanya dari apa-apa yang Allah haramkan kepadanya, karena sesungguhnya jiwa yang cenderung kepada kejelekan itu akan menyeru kepada kejelekan, maka manusia perlu untuk mengekang dan mengendalikan dirinya, seperti berdusta, menipu dalam bermuamalah, memakan harta dengan cara yang bathil, dengan riba dan yang lainnya, berbuat zina, minum khamr, mencuri dan lain-lainnya dari kemaksiatan-kemaksiatan yang sangat banyak.
Maka kita harus menahan diri kita dari hal-hal tadi jangan sampai mengerjakannya dan ini tentunya perlu kesabaran dan butuh pengendalian jiwa dan hawa nafsu.
Diantara contoh dari jenis sabar yang kedua ini adalah sabarnya Nabi Yusuf ‘alaihis salaam dari ajakan istrinya Al-’Aziiz (raja Mesir) ketika dia mengajak (zina) kepadanya di tempat milik dia, yang padanya ada kemuliaan dan kekuatan serta kekuasaan atas Nabi Yusuf, dan bersamaan dengan itu Nabi Yusuf bersabar dan berkata:
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (Yuusuf:33)
Maka ini adalah kesabaran dari kemaksiatan kepada Allah.
Jenis sabar yang ketiga: yaitu sabar terhadap taqdir Allah yang menyakitkan (menurut pandangan manusia).
Karena sesungguhnya taqdir Allah ‘Azza wa Jalla terhadap manusia itu ada yang bersifat menyenangkan dan ada yang bersifat menyakitkan.
Taqdir yang bersifat menyenangkan; maka butuh rasa syukur, sedangkan syukur itu sendiri termasuk dari ketaatan, sehingga sabar baginya termasuk dari jenis yang pertama (yaitu sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah). Adapun taqdir yang bersifat menyakitkan; yaitu yang tidak menyenangkan manusia, seperti seseorang yang diuji pada badannya dengan adanya rasa sakit atau yang lainnya, diuji pada hartanya –yaitu kehilangan harta-, diuji pada keluarganya dengan kehilangan salah seorang keluarganya ataupun yang lainnya dan diuji di masyarakatnya dengan difitnah, direndahkan ataupun yang sejenisnya.
Yang penting bahwasanya macam-macam ujian itu sangat banyak yang butuh akan adanya kesabaran dan kesiapan menanggung bebannya, maka seseorang harus menahan jiwanya dari apa-apa yang diharamkan kepadanya dari menampakkan keluh kesah dengan lisan atau dengan hati atau dengan anggota badan.
Allah berfirman:
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ
“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu.” (Al-Insaan:24)

Selasa, 03 Mei 2011

5 jurus mengendalikan marah

Dalam kajian ilmu komunikasi, marah adalah salah satu bentuk dari komunikasi seseorang. Ketika seseorang sedang marah, berarti ia sedang berupaya menyampaikan pesan kepada lawan bicaranya. Bentuk penyampaiannya berbeda-beda, bergantung pada lingkungan dan kondisi sosial budaya yang membentuknya. 

Misalnya di Jepang, orang sering diam saat marah karena memang orang-orang Jepang tidak terbiasa mengekspresikan kemarahannya. Lain halnya dengan orang Amerika. Mereka lebih mudah mengekspresikan kemarahannya lewat tindakan atau perilaku. Sama halnya dengan Suku Batak di tanah air kita, mereka pun lebih mudah mengekspresikan kemarahannya. Sedangkan Suku Sunda, terbagi dua, sebagian ada yang terbiasa mengekspresikan kemarahannya, dan sebagian yang lain tidak terbiasa mengekspresikannya.
Menurut kacamata psikologi, marah adalah bagian dari emosi. Di antara sekian banyak emosi, marah dikategorikan sebagai emosi yang negatif. "
Oleh karena itu, marah harus dikendalikan jika kemarahan tersebut dapat merugikan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Namun, tidak selamanya amarah dapat merugikan orang lain karena ada saat-saat di mana kemarahan perlu diekspresikan lewat perilaku. Sebab, adakalanya seseorang yang kita ajak bicara baru mengerti maksud yang ingin kita sampaikan ketika kita marah. Tanpa marah, orang lain malah menganggap kita main-main atau tidak serius. 

Begitu juga dengan Anda. Jika marah kepada anak bertujuan untuk menasihati, kemarahan tersebut diperbolehkan, dengan catatan tidak melukai fisik dan psikis mereka. Namun, jika kemarahan tersebut karena jengkel kepada mereka, apalagi sampai melukai fisik maupun psikis mereka, marah yang seperti ini yang dilarang dalam Islam, dan kita harus berusaha mengendalikannya.

Dalam hal ini, Islam telah memberikan arahan kepada kita untuk mampu mengendalikan amarah dengan cara-cara berikut ini.
Pertama, membaca ta’awudz ketika marah. 
Rasulullah pernah mengajarkannya kepada dua orang sahabat yang saling mencaci dengan mengatakan, “Sesungguhnya aku akan ajarkan kalian suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilanglah kemarahan kalian, yaitu bacaan
 A’uudzubillaahi minasysyaithaanirrajiim.” (H.R. Bukhari)

Kedua, mengubah posisi ketika marah.
 
Jika posisi kita saat kemaran itu datang adalah berdiri, dianjurkan untuk duduk. Namun, ketika posisi marah kita sedang duduk, dianjurkan untuk berbaring. Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian marah, sedangkan ia dalam posisi berdiri, hendaklah ia duduk. Kalau telah reda atau hilang marahnya (maka cukup dengan duduk saja), dan jika belum reda, hendaklah ia berbaring” (H.R. Abu Daud).

Ketiga, diam atau tidak berbicara.
 
Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila di antara kalian marah, diamlah” (H.R. Ahmad). 

Keempat, berwudhulah.
 
Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan itu diciptakan dari api, dan api itu bisa padam jika diredam dengan air, maka apabila di antara kalian marah, berwudhulah” (H.R. Ahmad).
 

Kelima, lakukanlah shalat.
Jika empat langkah tadi belum mampu meredakan amarah, ambillah langkah pamungkas, yaitu dengan melaksanakan shalat dua rakaat. Insya Allah dengan shalat kita akan mampu meredakan amarah, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw., “Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu (amarah), hendaklah ia bersujud (shalat)” (H.R. Tirmidzi).

Itulah lima jurus untuk mengendalikan amarah. Mudah-mudahan lima jurus tersebut dapat kita amalkan setiap kali kemarahan merasuki jiwa kita. Wallaahu a’lam       di share dari artikel percikan iman ustd DR. Aam Amiruddin Bandung.

Minggu, 17 April 2011

bahagia


Kau tahu apa tentang bahagia?
Apakah itu saat kau berani berkata, mengutarakan maksud, dan ianya mendapat respon dengan apa yang kau harapkan? Apakah itu saat kau tahu, orang-orang yang dekat bersamamu tengah berterima kasih karena kau telah membantu mereka menemukan impiannya?
Kau tahu apa tentang bahagia?
Apakah itu saat kau lulus ujian, dimana kau berteriak senang karena menjadi yang terbaik, lalu seusai itu, kau mendapat sesuatu, sekolah yang baguskah, atau pekerjaan yang menjanjikankah, atau penghargaan yang mengalirkah, atau.. banyak hal?
Apakah itu saat kau tahu kau mendapat sesuatu, yang orang lain tak bisa dapatkan, dan kau ingin membuat senang orang-orang yang kau sayang?
Kau tahu apa tentang bahagia?
Apakah itu saat kau masuk lingkungan baru, mencoba menemukan suasana baru, teman-teman baru, melupakan masa lalu kelabu, dan menjadikannya indah di setiap detak jantungmu?
Itukah arti bahagia?
Lalu apa artinya bahagia jika ternyata rasa yang meluap itu tiba-tiba luruh seketika karena berbeda dengan kenyataan yang ada di hadapanmu?
Saat kau lulus ujian, lalu diam-diam kau mulai cemas karena tak tahu apakah bisa melanjutkan atau tidak, apakah bisa mendapatkan sekolah favorit atau tidak, apakah biaya untuk itu ada atau tidak, apakah itu akan membuat orang-orang terdekatmu bahagia atau tidak? Itukah definisi bahagia?
Denting itu menyala sekejap, menelan biru tawamu. Apakah itu bahagia?
Seperti waktu itu.
Aku masih sangat ingat saat pengumuman SPMB tiba. Masih sangat terasa dalam detak jantungku bagaimana dengan tiba-tibanya detakan itu liar menari karena belum tentu namaku ada di kertas koran yang datangnya pun terlambat tiba. Tanganku liar mencari. Mencocokan nama dan nomor peserta, dan mencari masuk ke jurusan apa aku nantinya.
Suatu detik, aku terpana. ADA. Ada nama lengkapku di sana. Lengkap dengan no peserta, dan pilihan  dimana aku diterima. Lalu setengah berteriak sesuai bersujud kukabarkan berita bahagia itu pada mereka, ayahku, orang-orang terdekat, dan berteriak senang bahwa aku sudah lulus ujian.
Lalu, apakah sampai di situ?
TIDAK ternyata, episode bahagia ada masa kadaluarsanya. Baru saja beberapa saat aku berteriak senang, beberapa kejap kemudian tiba-tiba aku tersadar. Adakah biayanya untuk itu?
Kutatap wajah Bapak yang tiba-tiba saja tengah berpikir, kugigit bibirku keras-keras menahan tangis yang terasa lebih menyakitkan. Ya, ternyata bahagia lebih menyakitkan bila ternyata konsekuensinya tak sejalan dengan apa yang kau rencanakan. Setelahnya, aku mengurung diri. Menegar-negarkan hati bahwa tak apa kesempatan itu tak kuambil juga. Setidaknya, aku telah tahu dan merasakan, bagaimana rasanya mengikuti ujian, dan lolos dari puluhan ribu orang yang berniat kuliah di jurusan yang sama.
Itukah bahagia?
Atau saat IP-mu 4,00. SEMPURNA. Berulangkali kau mendapatkaan IP sempurna. Tapi, apakah itu kebahagiaan? Tanpa ada kensekuensi kau harus belajar lebih giat lagi karena ternyata teman-temanmu dengan penuh gairah semangat menyusul keberhasilanmu?
Itukah bahagia?
Atau saat kau tuntas menyelesaikan skripsi, legakah? Belum ternyata. Masih ada sidang di hadapannya. Setelah sidang, masih ada wisuda yang harus kau persiapkan. Setelahnya, kau mulai terjun ke dunia nyata. Berbaur dengan dunia masyarakat luas, mengabdikan ilmu yang kau tanam, dan membaginya agar kau semakin berkilau. Selesai sampai di sana?
TIDAK ternyata! Karena setiap kebahagiaan selalu diiringi dengan konsekuensi di detik berikutnya. Kecuali bila kau mati, khusnul khatimah, tersenyum dalam syahadatmu menyebut nama-Nya, bisa jadi itu tak ada lagi konsekuensi. Karena waktumu sudah berakhir, dan kau tinggal menunggu hari akhir, hari perhitungan, siapa tahu Allah berkenan memasukanmu ke dalam Syurganya. Itulah bahagia. Abadi dan selamanya.
Ever after, life happy forever.
Lalu, sudahkah kau bahagia hari ini?
Keterlaluan rasanya bila kau tak merasa bahagia. Bahagia itu adanya di dalam hati, diekspresikan dalam bentuk syukur, dirasakan tidak hanya oleh diri, tapi juga oleh orang lain. Bbahagia itu adalah pilihan, bagaimana kau akan menjalani hari, apakah akan diisi dengan sesuatu yang membuat hidupmu menjadi lebih indah, atau dihabiskan untuk tiduran dan menjadi sampah di sisa waktumu?
Bahagia adalah tentang menciptakan, membagi, merasakan, dan menjadi pendorong bagi kesuksesan yang lain. Bahagia adalah saat kamu, dia, mereka, dan AKU merasakan begitu besar kasih Allah, mensyukuri nikmat-Nya, dan mulai bertahap memperbaiki kualitas diri dan keimanan. Bahagia adalah aku dan kau, semakin memukau dan membuat orang semakin berkilau.
Bahagia adalah AKU, yang menulis pagi ini, dan kau membacanya sepenuh hati.
Bahagia adalah terima kasih, karena kau telah sudi membaca sepenggal curahan hati lelaki ini. Bahagia adalah sekarang, saat ini, menit ini, dan… ever after

Jumat, 25 Maret 2011

DOSA-DOSA YANG PELAKUNYA DISIKSA DI DALAM KUBUR

1. Oang yang mengambil al-Quran Tetapi Dia menolaknya dan Tidur Meninggalkan Sholat Wajib
Rosulluloh SAW bersabda : "Kami mendatangi seseorang yang sedang berbaring, dan satu orang yang lainnya sedang berdiri memegang batu, tiba-tiba saja orang tersebut melemparkan batu itu ke kepala orang yang pertama, dia memecahkan kepalanya, kemudian batu tersebut mengelinding ke sini, dia mengikuti batu dan mengambilnya dan tidak kembali lagi sehingga dia pulih seperti semula, kemudian orang tadi kembali dan melakukan apa yang ia lakukan pada kali pertama."

Kemudian di akhir hadits dijelaskan dengan perkataan kedua Malaikat kepada Rosul SAW, yaitu :
Orang yang pertama yang kepalanya dipecahkan dengan batu adalah orang yang mengambil al-Quran tetapi dia menolaknya dan tidur meninggalkan shalat wajib.

Di dalam riwayat lain :"Dia disiksa sampai hari kiamat".

2. Dosa Pembohong

Di dalam hadits Samurah bin Jundab diungkapkan: "Lalu kami pun pergi dan menjumpai seseorang yang berdiri dengan membawa besi yang bengkok ujungnya, kemudian dia datang ke salah satu sisi wajahnya dan merobek rahang mulutnya sampai tengkuk, hidungnya sampai ke tengkuk, dan kedua matanya sampai ke tengkuk pula. Kemudian dia pindah ke sisi yang lain dan melakukan apa yang telah ia lakukan pada kali pertama. Dia tidak berhenti dari sisi tersebut sebelum sisi itu sehat seperti semula, kemudian dia kembali kepadanya dan melakukan apa yang ia lakukan pada kali yang pertama."
Dan diakhir hadits dijelaskan: "Adapun orang yang kamu datangi dirobek rahang mulutnya sampai tengkuk, hidung sampai tengkuk dan kedua matanya sampai tengkuk pula adalah orang yang pergi dari rumahnya pada pagi hari lalu dia melakukan kebohongan setinggi langit."

3. Siksaan Bagi Para Pezina

Di dalam hadits terdahulu di ungkapkan: "Lalu kami pun pergi dan mendatangi sebuah tempat yang serupa dengan tungku api, dan aku mengira bahwa beliau berkata:'Ternyata di dalamnya ada suara gaduh. Lalu kami melihatnya dan ternyata di dalamnya ada sekelompok laki-laki dan perempuan yang telanjang. Tiba-tiba saja datang kepada mereka api dari bawah, yang jika api itu datang, mereka semua berteriak menjerit."

Adapun laki-laki dan perempuan yang ada dalam bangunan tsb, adalah para pezina.

4. Siksaan Bagi Pemakan Riba

Di dalam hadits terdahulu diungkapkan :"lalu kami pun pergi ke sebuah sungai. Aku mengira bahwa beliau berkata: 'Merah bagaikan darah. Ternyata di sungai tersebut ada seseorang yang sedang berenang dan di tepi sungai tersebut ada seseorang yang telah mengumpulkan batu yang sangat banyak. Kemudian orang yang mengumpulkan batu tadi datang, lantas membukakan mulut orang yang berenang dan menyuapinya batu, lalu dia berenang dan tak lama kemudian kembali. Setiap kali dia kembali (orang yang di tepi sungai )membukakan mulutnya dan menyuapinya dengan batu.'
Adapun orang yang dimasukkan baatu kedalam mulutnya adalah orang yang memakan riba.

5. Siksaan Bagi Mayit yang Diratapi

Rosulullah SAW bersabda : "Mayit akan disiksa di dalam kubur karena ratapan yang ditujukan kepadanya".

6. Siksaan Terhadap Mayit Disebabkan Sebagian Perkataan Keluarganya

Rosulluloh SAW bersabda :"Tidaklah seseorang meninggal, lalu orang yang menangisinya berdiri dan berkata : 'Wahai pemimpinku, wahai tuanku atau kata-kata yang serupa dengannya, kecuali Allah akan mengutus kepadanya dua Malaikat yang akan memukulnya'`sepertikah anda dahulu?`"

7. Siksaan Bagi Orang yang Mengadu Domba

Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, beliau berkata: "Nabi SAW lewat di sebuah kebun dari perkebunan Makkah (atau Madinah), lalu beliau mendengar suara dua manusia yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda:'Mereka berdua disiksa padahal mereka bukan disiksa karena melakukan dosa besar.'Setelah itu beliau bersabda:'Tentu saja, karena salah satu di antara mereka tidak berhati-hati ketika buang air kecil(seehingga terkena najis) dan yang lainnya adalah orang yang suka mengadu domba orang lain".
Di dalam riwayat lain Rosululloh SAW bersabda: "Dan yang lainnya tidak bersuci dari air kencing."

8. Siksaan Bagi Orang yang Tidak bersuci atau Berhati-hati Ketika Kencing (Agar tidak terkena najis tanpa Disadari), Sebagaimana yang Diriwayatkan di Dalam Hadits di Atas.

Kamis, 17 Maret 2011

Sifat Orang-orang Bertaqwa

Puncak prestasi manusia disisi Allah ialah taqwa, banyak sekali disebutkan karakteristik orang-orang beriman didalam Al-Qur’an, patut kita telaah dan kita kaji sebagai cermin dan keteladanan dalam mengisi kehidupan menuju kepada kesempurnaan. Sebelum Al-Qur’an menjelaskan tentang hukum syari’at dan seluk beluk kehidupan manusia, lebih dahulu telah disifatkan orang-orang yang dapat menerima kebenaran Al-Qur’an tersebut.Pada lembaran permulaan setelah Al-Fatihah, yaitu pada awal surat Al-Baqarah.
“Alif lam mim, kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 2).
Selanjutnya dijelaskan pada ayat berikutnya sifat-sifat orang yang bertaqwa tersebut, antara lain :
ALADZIINA YU’MINUUNA BIL GHAIBI ( yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib ).
Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.
Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh panca indera. Percaya kepada yang ghaib yaitu mengi’tikadkan adanya sesuatu yang “wujud” yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, karena ada dalil yang menunjukan kepada adanya, seperti adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya – ( Tafsir Depag ).
Baik buruknya perilaku seseorang, amat tergantung tebal tipisnya iman kepada yang ghaib ini, semakin kuat imannya kepada yang ghaib akan semakin kuat dorongan untuk berbuat kebaikan. Mewakili sosok manusia taqwa yang penuh kejujuran dan tanggung jawab secara sempurna, seperti disebutkan dalam sebuah hadits :
“Ada tujuh golongan manusia istimewa disisi Allah kelak yang akan mendapatkan naungan kehormatan yang justru tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.
1.  Imam yang ‘adil
2.  Pemuda yang tumbuh berkembang dan senantiasa beribadah kepada Allah ta’ala
3.  Seorang yang hatinya selalu tertambat pada masjid. ( Orang yang memperhatikan waktu-waktu shalat berjama’ah di masjid dan menjadikan masjid sebagai rumahnya yang kedua sesudah rumahnya ).
4. Dua orang yang berkasih sayang semata-mata karena Allah, baik ketika bertemu atau ketika berpisah.
5.  Seorang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita bangsawan yang cantik, namun ia menolak dengan mengatakan : “ Aku takut kepada Allah.”
6.  Seorang yang bersedekah dirahasiakan, sehingga tidak diketahui oleh yang kiri apa yang dilakukan oleh yang kanannya.
7.  Seorang yang berdzikir ingat kepada Allah sendirian sehingga berlinang air mata. (HR. Al-Bukhari dan Muslim ).
Contoh sosok manusia taqwa tersebut hanya ada pada manusia yang beriman kepada yang ghaib, meyakini dan mengamalkan kebenaran Al-Islam dan selalu merasa diawasi Allah yang disebut dengan Ihsan.
Sebaliknya menipisnya iman kepada yang ghaib akan semakin mudahnya manusia melakukan perbuatan tidak terpuji. Kontrol pengendali diri hanya mengandalkan kemampuan nalar tidak akan bisa lepas dari pengaruh nafsu, sedang nafsu cenderung kepada hal-hal yang negatif.
“(Nabi Yusuf berkata). “ Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh ( Allah ) Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf : 53 )
Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Allah) Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya setan ( yang menyesatkan) maka setan itulah yang akan menjadi teman yang akan selalu menyertainya.” (QS. Zukhruf :36).
Keserakahan dan kesewenang-wenangan yang ikut mewarnai peradaban hari ini lebih canggih lagi, karena didukung oleh intelektual dan material, kenakalan remaja, perkelahian antar pelajar ini juga merupakan bukti kelalaian orang tua dan guru yang hanya menitik beratkan kepada kecerdasan otak anak-anaknya dari pada mengisi jiwanya dengan  aqidah dan keimanan kepada yang ghaib.
WA YUQIMUUNASH SHALAH, ( mereka adalah orang-orang yang menegakan shalat ).
Shalat menurut bahasa Arab artinya do’a. Menurut istilah syara’ ialah ibadah yang sudah dikenal, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. Mendirikan shalat ialah menunaikan dengan teratur dengan melengkapi syarat syarat rukun dan adabnya, baik yang lahir maupun yang bathin seperti khusyu’. Memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya. (Terjemah Al-Qur’an Depag).
Ibnu ‘Abbas berkata : “Iqomatus shalah yaitu menyempurnakan ruku, sujud, bacaan dan khusyu’ (Tafsir Ibnu Katsir ).
Seperti yang kita imani bahwa shalat merupakan tiang agama tidak menegakkanya berarti merobohkan agama. Shalat menopang azas keislaman, secara vertikal shalat mengukuhkan hubungan seorang hamba dengan penciptanya sekaligus memiliki nilai khusyu’ disisi Allah dan manfaat yang tidak ternilai bagi kemerdekaan jiwa yang mampu menahan diri dari keji (kedurhakaan) dan kemungkaran.
Allah berfirman :
“Sesungguhnya shalat itu mencegah ( perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat (shalat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Ankabut : 45)
Islam menekankan agar shalat dilakukan dengan berjama’ah dan mewajibkan shalat jum’at pada tiap-tiap pekan dengan berjama’ah menurut cara tertentu.
Adalah shalat berjama’ah itu melahirkan persatuan, kecintaan dan persaudaraan sesama kaum muslimin dan menjadikan mereka satu bangunan yang bersusun kuat. Ketika mereka berkumpul (shalat berjama’ah) dengan khusyu’ bagi Allah semata-mata. Mereka, ruku’ dan sujud bersama-sama, terpadulah hati mereka dan tumbuhlah pada diri mereka rasa persaudaraan antara sesama mereka.
Shalat berjama’ah itu melatih mereka untuk mematuhi seorang imam yang dipilih diantara mereka, mendidik mereka diatas ketertiban, disiplin dan menjaga waktu. Menciptakan sifat tolong menolong, berkasih sayang, persaman dan kerukunan dikalangan mereka.
(Prinsip-prinsip Islam : Abul A’la Maududi ).
WA MIMMA RAZAQNAAHUM YUNFIQUN. (Dari apa yang Kami rizkikan mereka infakkan).
Ibnu ‘Abbas berkata : “Zakat harta”
Qatadah berkata :” Belanjakan apa yang diberikan Allah kepadamu ( di jalan Allah ) sebab harta kekayaan hanya titipan sementara padamu dan tidak lama akan berpisah.”
Seringkali Allah menggandengkan perintah shalat dengan zakat dan infak, sebab shalat ibadah yang meliputi tauhid, pujian dan do’a serta penyerahan diri kepada Allah, sedang infak berupa uluran tangan dan budi baik kepada sesama manusia. Infak disini meliputi semuanya yang wajib maupun yang sunat. (Ibnu Katsir ).
Orang-orang yang menafkahkan hartanya disebut al-munfikin ( orang yang bertaqwa ).” Yaitu orang-orang yang menafkahkan ( hartanya ) baik diwaktu lapang maupun sempit.” (QS. Ali-Imran : 134 ).
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang meminta dan orang-orang miskin yang tidak mendapatkan bagian ( tidak meminta ).” (QS. Adz-Dzariat : 156 ).
Sifat orang-orang yang bertaqwa yang ketiga ini membentuk manusia yang memiliki kepekaan sosial dan ukhuwah Islamiyah yang tinggi, sekaligus mengikis individualistis produk materialisme yang hanya mementingkan diri sendiri. Monopoli ekonomi, exploitasi terhadap sesama dalam setiap kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
WALADZIINA YU’MINUUNA BIMAA UNZILA ILAIKA WA MAA UNZILA MINQABLIKA. (Orang-orang yang beriman kepada Al-Kitab).
“Dan orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu ( yakni Al-Qur’an ) dan kepada apa yang diturunkan dari sebelum kamu (yakni Zabur, Taurat dan Injil). (QS. Al-Baqarah : 4 )
Apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an.
“(Al-Qur’an ) ini adalah Al-Kitab yang tdak mengundang keraguan (pasti) didalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah :2).
Pada ayat yang lain Allah berfirman :
“Hai manusia telah datang kepadamu nasehat ( tuntunan ) dari ( Allah ) Tuhanmu dan obat penyembuh dari berbagai penyakit dalam dada dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS. Yunus : 57 )
Dengan penjelasan ayat-ayat tersebut maka jelas derap dinamika kehidupan manusia dengan segudang permasalahan yang sangat komplek justru sangat memerlukan bimbingan dan petunjuk wahyu. Sikap orang-orang beriman yang bertaqwa tidak diragukan lagi akan menjadaikan Al-Qur’an sebagai pedoman yang menempatkannya pada skala prioritas terdepan sebagai pemandu jalan hidupnya sampai ke surga kelak. Dalam hal ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga hawa nafsumu tunduk kepada apa yang aku bawa.” ( Al-Qur’an).” ( HR. Al-Hakim ).
“Al-Qur’an itu penolong yang diperkenankan pertolongannya dan pembela yang dibenarkan pembelaannya. Barangsiapa menjadikan Al-Qur’an di depan ( sebagai pedoman ) dia akan menuntun kedalam surga dan barangsiapa menjadikan Al-Qur’an dibelakang, maka ia akan menyeret ke dalam neraka.” (HR. Ibnu Hibban dan Baihaqi dengan sanad yang baik ).
WABIL AKHIRATIHUM YUUQINUUN. ( Dan terhadap hari akhir (kiamat) mereka iman (yakin).
Sudah menjadi kepastian dari Allah bahwa alam ini akan berakhir, kiamat pasti terjadi. Ini keyakinan orang yang beriman yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tidak mungkin menjadi seorang mukmin (taqwa) tanpa iman kepada hari akhirat. Bahkan keingkaran seseorang kepada hari akhirat menjatuhkan dia dari derajat manusia kepada derajat binatang yang paling rendah.
Analisa para ahli ilmu sepakat bahwa alam ini tidak kekal. Semua kekuatan dan benda-benda yang ada didalamnya adalah terbatas, tidak boleh tidak satu ketika akan binasa. Para sarjana ilmu alam pun telah bulat pendapatnya, bahwa matahari suatu saat akan mati, dingin dan hilang cahanya. Keseimbangan daya tarik dan peredaran planet-planet pun akan lenyap.
Orang beriman meyakini bahwa akhirat itu lebih baik dari kehidupan di dunia ini.
“Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka. Kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.” (QS. Al-Gashiyah : 25-26).

Minggu, 20 Februari 2011

cintaku seujung kuku

Ketika seseorang yang sudah lama menikah ditanya, sebesar apakah cintamu pada pasanganmu? Seringkali dia menjawab, “Tidak tahu.” Kadang-kadang malah ditambah, “Bahkan aku tak tahu apakah masih mencintainya atau tidak….” Padahal dulu, ketika masih pengantin baru, dia merasa sangat mencintai istri atau suaminya.

Memang, banyak orang yang saat awal menikah begitu mencintai pasangannya, namun seiring berjalannya waktu, cintanya kian surut, dan memudar. Rumah tangga jadi terasa hampa. Semuanya dilakukan hanya sebagai rutinitas, tak bermakna, dan hati pun jauh dari bahagia.

Kita tentu tak ingin, yang seperti itu terjadi dalam rumah tangga kita. Akan tetapi…jika rasa cinta kita pada pasangan benar-benar kian memudar, adakah resep mujarab yang bisa menumbuhkannya kembali? Tentu saja ada! Bukankah di antara pasangan yang sudah bercerai saja banyak yang masih bisa rujuk? Apalagi yang belum bercerai!

Resep itu bagaikan air yang disiramkan pada tanaman yang layu. Menjadikan tanaman itu tegak dan segar kembali. Resep itu begitu mudah dan sederhana. Semua orang bisa melakukannya. Hanya saja, tidak semua orang mau melakukannya. Karena, untuk melakukannya diperlukan ketulusan. Rasa ego dan gengsi yang bersemayam dalam hati pun harus dibuang. Apakah Anda siap dengan semua itu? Anda harus siap, bila ingin menyelamatkan istana cinta yang sudah Anda bangun dengan susah payah.

Menyegarkan Cinta yang Kian Pudar

Cinta itu seperti tanaman. Harus selalu disiram, dipupuk dan dirawat, agar tumbuh segar, bersemi, dan berbunga. Inilah beberapa resep yang bisa diandalkan untuk menumbuhkan kembali cinta Anda berdua.

1. Berhiaslah untuknya.

Kita semua tentu senang melihat suami atau istri yang selalu tampil menarik. Berhias, tidak selalu identik dengan make up. Tampillah di hadapan pasangan Anda dengan wajah yang ceria, rambut yang rapi, pakaian yang bersih dan sedikit parfum.

Untuk para suami, hendaknya ketika akan pulang dari bepergian memberi tahu istrinya lebih dulu, agar ia bisa bersiap-siap menyambut suaminya.

Dalam sebuah hadits, Jabir z berkisah, “Kami pernah bersama Nabi n dalam suatu peperangan. Ketika kami kembali ke Madinah, kami segera untuk masuk (ke rumah guna menemui keluarga). Maka beliau bersabda, ‘Bersabarlah sampai engkau memasuki pada waktu malam -yakni waktu isya’- agar wanita-wanita yang kusut dapat bersisir dan wanita-wanita yang ditinggal lama dapat berhias diri.’” (Muttafaq Alaihi). Menurut riwayat Bukhari: “Apabila salah seorang di antara kamu lama menghilang, janganlah ia mengetuk keluarganya pada waktu malam.”

2. Beri dia kejutan/hadiah

Sekali-kali, berikan hadiah atau kejutan pada pasangan Anda. Pilih barang yang sangat disukainya, atau memang dibutuhkannya. Dari pakaian dalam, kaos atau daster, baju koko atau jubah, atau apa saja, tergantung berapa yang Anda anggarkan. Hadiah adalah salah satu wujud perhatian Anda pada pasangan. Itu akan bisa menyenangkan hatinya, dan menyuburkan rasa cintanya pada Anda.

Bisa juga Anda membawakan oleh-oleh yang istimewa sepulang dari bepergian. Misalnya makanan atau barang yang khas dari daerah yang baru saja Anda kunjungi.

3. Ciptakan kemesraan bersamanya.

Belajarlah dari kemesraan Rasul n kepada istri-istrinya.

  • - Sering-seringlah mencium atau memeluknya.

Dari Aisyah x bahwa Nabi n mencium sebagian istrinya kemudian keluar menunaikan shalat tanpa berwudlu dahulu. (Riwayat Ahmad, dinilai lemah oleh Bukhari)

Dalam hadits lain, Ummul Mukminin Aisyah berkata, “Salah seorang di antara kami apabila haid dan Nabi Muhammad n ingin memeluknya, beliau menyuruhnya untuk berkain pada saat haidnya, kemudian beliau memeluknya.” Aisyah berkata, “Siapakah di antaramu yang dapat mengendalikan syahwat nya sebagaimana Nabi Muhammad n mengendalikan syahwat beliau?” (Riwayat Bukhari)

Dari hadits di atas tentu kita tahu, sekadar peluk cium tidak mesti diakhiri dengan jima’. Semua itu dilakukan untuk menunjukkan cinta kasih beliau kepada istrinya. Seorang wanita yang diperlakukan seperti itu, akan semakin yakin kalau ia benar-benar dicintai oleh suaminya.

  • - Mengajak/mengundi istrinya bila bepergian.

Aisyah x berkata, Rasulullah n bila ingin bepergian, beliau mengundi antara istri-istrinya, maka siapa yang undiannya keluar, beliau keluar bersamanya. (Muttafaq Alaihi)

Mengajak istri untuk bepergian adalah sunnah. Karena dengan mengajak istri, suami akan lebih “terjaga” dalam perjalanannya. Bukankah akan ada bermacam fitnah dan godaan yang akan dia lihat selama dalam perjalanan? Dengan membawa istri, ia akan merasa lebih tenang. Istri pun akan senang, karena bepergian bersama suami bisa menjadi ajang refreshing baginya.


  • - Mandi bersama.


Ini juga bukan hal tabu bagi suami istri, karena bisa menambah kemesraan di antara keduanya. Rasulullah n juga pernah mandi bersama istrinya dengan satu bejana.

  • - Mengajak lomba.

Dalam sebuah hadits dari Aisyah dikisahkan, bahwa Rasulullah n pernah mengajak Aisyah berlomba lari. Ketika Aisyah masih kurus, istri tercinta Nabi itu memenangkannya. Saat Aisyah badannya gemuk, Nabilah yang menang. Lihatlah, betapa Nabi n bukanlah suami yang “selalu serius” terhadap istrinya. Beliau tidak hanya memberikan perintah dan larangan, tapi juga mengajaknya bersantai dan bermain-main.


  • - Rebahan di pangkuan istri.


Aisyah x berkata, “Nabi Muhammad n. bersandar di pangkuanku, padahal aku sedang haid, kemudian beliau membaca al-Quran.” (Riwayat Bukhari)

4. Ingat-ingat kebaikannya. Lupakan dan maafkan keburukan dan kesalahannya.

Allah berfirman, “Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (istri-istri kamu), (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (an-Nisa’: 19)

Demikian juga para istri, hendaknya bersabar bila menemui hal-hal yang kurang disukainya dari suaminya.

5. Berpikirlah positif.

Berpikirlah bahwa dialah yang terbaik bagi Anda. Jangan membandingkan dirinya dengan orang lain. Bukankah Anda sendiri tidak suka dibanding-bandingkan?

Ingatlah firman Allah , “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (al-Baqarah: 216)


6. Ingat saat awal menikah.

Masa-masa bulan madu, saat awal menikah begitu mengesankan. Ingat-ingatlah masa itu, dan jangan biarkan berlalu tanpa bekas. Sekali tempo, ajaklah pasangan Anda napak tilas ke tempat-tempat romantis atau sekedar warteg yang pernah Anda kunjungi saat pengantin baru.

7. Jangan hanya menuntut hak, namun melalaikan kewajiban.

Hak dan kewajiban sebagai pasutri harus dilaksanakan secara seimbang. Tidak boleh masing-masing hanya menuntut haknya, sedangkan kewajibannya dilalaikan. Di antara hak suami atas istri ialah tidak menjauhi tempat tidur suami dan memperlakukannya dengan benar dan jujur, mentaati perintahnya dan tidak keluar (meninggalkan) rumah kecuali dengan izin suaminya, tidak memasukkan ke rumahnya orang-orang yang tidak disukai suaminya. Di antara kewajiban suami terhadap istrinya adalah memberinya nafkah, melindunginya dan mempergaulinya dengan baik.

8. Berdoa.

Lengkapilah usaha Anda dengan doa. Mohonlah kepada Allah l, agar menurunkan sakinah, mawaddah wa rahmah dalam rumah tangga Anda. Pilihlah waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa. Misalnya sepertiga malam terakhir, di waktu safar (bepergian), antara adzan dan iqomat, dan pada hari Jumat setelah asar.

Agar doa Anda segera dikabulkan, mungkin Anda perlu mengamalkan hadits berikut ini:

“Barangsiapa ingin agar doanya terkabul dan kesulitan-kesulitannya teratasi, hendaklah dia menolong orang yang dalam kesempitan.” (Riwayat Ahmad)

Kini, kalau ditanya seberapa besar cinta Anda pada pasangan, Anda bisa menjawab, “Cintaku…seujung kuku.” Kecil sih, tapi terus tumbuh…meski sering dipotong dan dirapikan. Tentu saja, itu cuma bercanda!