Kamis, 17 Maret 2011

Sifat Orang-orang Bertaqwa

Puncak prestasi manusia disisi Allah ialah taqwa, banyak sekali disebutkan karakteristik orang-orang beriman didalam Al-Qur’an, patut kita telaah dan kita kaji sebagai cermin dan keteladanan dalam mengisi kehidupan menuju kepada kesempurnaan. Sebelum Al-Qur’an menjelaskan tentang hukum syari’at dan seluk beluk kehidupan manusia, lebih dahulu telah disifatkan orang-orang yang dapat menerima kebenaran Al-Qur’an tersebut.Pada lembaran permulaan setelah Al-Fatihah, yaitu pada awal surat Al-Baqarah.
“Alif lam mim, kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 2).
Selanjutnya dijelaskan pada ayat berikutnya sifat-sifat orang yang bertaqwa tersebut, antara lain :
ALADZIINA YU’MINUUNA BIL GHAIBI ( yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib ).
Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.
Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh panca indera. Percaya kepada yang ghaib yaitu mengi’tikadkan adanya sesuatu yang “wujud” yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, karena ada dalil yang menunjukan kepada adanya, seperti adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya – ( Tafsir Depag ).
Baik buruknya perilaku seseorang, amat tergantung tebal tipisnya iman kepada yang ghaib ini, semakin kuat imannya kepada yang ghaib akan semakin kuat dorongan untuk berbuat kebaikan. Mewakili sosok manusia taqwa yang penuh kejujuran dan tanggung jawab secara sempurna, seperti disebutkan dalam sebuah hadits :
“Ada tujuh golongan manusia istimewa disisi Allah kelak yang akan mendapatkan naungan kehormatan yang justru tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.
1.  Imam yang ‘adil
2.  Pemuda yang tumbuh berkembang dan senantiasa beribadah kepada Allah ta’ala
3.  Seorang yang hatinya selalu tertambat pada masjid. ( Orang yang memperhatikan waktu-waktu shalat berjama’ah di masjid dan menjadikan masjid sebagai rumahnya yang kedua sesudah rumahnya ).
4. Dua orang yang berkasih sayang semata-mata karena Allah, baik ketika bertemu atau ketika berpisah.
5.  Seorang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita bangsawan yang cantik, namun ia menolak dengan mengatakan : “ Aku takut kepada Allah.”
6.  Seorang yang bersedekah dirahasiakan, sehingga tidak diketahui oleh yang kiri apa yang dilakukan oleh yang kanannya.
7.  Seorang yang berdzikir ingat kepada Allah sendirian sehingga berlinang air mata. (HR. Al-Bukhari dan Muslim ).
Contoh sosok manusia taqwa tersebut hanya ada pada manusia yang beriman kepada yang ghaib, meyakini dan mengamalkan kebenaran Al-Islam dan selalu merasa diawasi Allah yang disebut dengan Ihsan.
Sebaliknya menipisnya iman kepada yang ghaib akan semakin mudahnya manusia melakukan perbuatan tidak terpuji. Kontrol pengendali diri hanya mengandalkan kemampuan nalar tidak akan bisa lepas dari pengaruh nafsu, sedang nafsu cenderung kepada hal-hal yang negatif.
“(Nabi Yusuf berkata). “ Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh ( Allah ) Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf : 53 )
Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Allah) Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya setan ( yang menyesatkan) maka setan itulah yang akan menjadi teman yang akan selalu menyertainya.” (QS. Zukhruf :36).
Keserakahan dan kesewenang-wenangan yang ikut mewarnai peradaban hari ini lebih canggih lagi, karena didukung oleh intelektual dan material, kenakalan remaja, perkelahian antar pelajar ini juga merupakan bukti kelalaian orang tua dan guru yang hanya menitik beratkan kepada kecerdasan otak anak-anaknya dari pada mengisi jiwanya dengan  aqidah dan keimanan kepada yang ghaib.
WA YUQIMUUNASH SHALAH, ( mereka adalah orang-orang yang menegakan shalat ).
Shalat menurut bahasa Arab artinya do’a. Menurut istilah syara’ ialah ibadah yang sudah dikenal, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. Mendirikan shalat ialah menunaikan dengan teratur dengan melengkapi syarat syarat rukun dan adabnya, baik yang lahir maupun yang bathin seperti khusyu’. Memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya. (Terjemah Al-Qur’an Depag).
Ibnu ‘Abbas berkata : “Iqomatus shalah yaitu menyempurnakan ruku, sujud, bacaan dan khusyu’ (Tafsir Ibnu Katsir ).
Seperti yang kita imani bahwa shalat merupakan tiang agama tidak menegakkanya berarti merobohkan agama. Shalat menopang azas keislaman, secara vertikal shalat mengukuhkan hubungan seorang hamba dengan penciptanya sekaligus memiliki nilai khusyu’ disisi Allah dan manfaat yang tidak ternilai bagi kemerdekaan jiwa yang mampu menahan diri dari keji (kedurhakaan) dan kemungkaran.
Allah berfirman :
“Sesungguhnya shalat itu mencegah ( perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat (shalat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Ankabut : 45)
Islam menekankan agar shalat dilakukan dengan berjama’ah dan mewajibkan shalat jum’at pada tiap-tiap pekan dengan berjama’ah menurut cara tertentu.
Adalah shalat berjama’ah itu melahirkan persatuan, kecintaan dan persaudaraan sesama kaum muslimin dan menjadikan mereka satu bangunan yang bersusun kuat. Ketika mereka berkumpul (shalat berjama’ah) dengan khusyu’ bagi Allah semata-mata. Mereka, ruku’ dan sujud bersama-sama, terpadulah hati mereka dan tumbuhlah pada diri mereka rasa persaudaraan antara sesama mereka.
Shalat berjama’ah itu melatih mereka untuk mematuhi seorang imam yang dipilih diantara mereka, mendidik mereka diatas ketertiban, disiplin dan menjaga waktu. Menciptakan sifat tolong menolong, berkasih sayang, persaman dan kerukunan dikalangan mereka.
(Prinsip-prinsip Islam : Abul A’la Maududi ).
WA MIMMA RAZAQNAAHUM YUNFIQUN. (Dari apa yang Kami rizkikan mereka infakkan).
Ibnu ‘Abbas berkata : “Zakat harta”
Qatadah berkata :” Belanjakan apa yang diberikan Allah kepadamu ( di jalan Allah ) sebab harta kekayaan hanya titipan sementara padamu dan tidak lama akan berpisah.”
Seringkali Allah menggandengkan perintah shalat dengan zakat dan infak, sebab shalat ibadah yang meliputi tauhid, pujian dan do’a serta penyerahan diri kepada Allah, sedang infak berupa uluran tangan dan budi baik kepada sesama manusia. Infak disini meliputi semuanya yang wajib maupun yang sunat. (Ibnu Katsir ).
Orang-orang yang menafkahkan hartanya disebut al-munfikin ( orang yang bertaqwa ).” Yaitu orang-orang yang menafkahkan ( hartanya ) baik diwaktu lapang maupun sempit.” (QS. Ali-Imran : 134 ).
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang meminta dan orang-orang miskin yang tidak mendapatkan bagian ( tidak meminta ).” (QS. Adz-Dzariat : 156 ).
Sifat orang-orang yang bertaqwa yang ketiga ini membentuk manusia yang memiliki kepekaan sosial dan ukhuwah Islamiyah yang tinggi, sekaligus mengikis individualistis produk materialisme yang hanya mementingkan diri sendiri. Monopoli ekonomi, exploitasi terhadap sesama dalam setiap kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
WALADZIINA YU’MINUUNA BIMAA UNZILA ILAIKA WA MAA UNZILA MINQABLIKA. (Orang-orang yang beriman kepada Al-Kitab).
“Dan orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu ( yakni Al-Qur’an ) dan kepada apa yang diturunkan dari sebelum kamu (yakni Zabur, Taurat dan Injil). (QS. Al-Baqarah : 4 )
Apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an.
“(Al-Qur’an ) ini adalah Al-Kitab yang tdak mengundang keraguan (pasti) didalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah :2).
Pada ayat yang lain Allah berfirman :
“Hai manusia telah datang kepadamu nasehat ( tuntunan ) dari ( Allah ) Tuhanmu dan obat penyembuh dari berbagai penyakit dalam dada dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS. Yunus : 57 )
Dengan penjelasan ayat-ayat tersebut maka jelas derap dinamika kehidupan manusia dengan segudang permasalahan yang sangat komplek justru sangat memerlukan bimbingan dan petunjuk wahyu. Sikap orang-orang beriman yang bertaqwa tidak diragukan lagi akan menjadaikan Al-Qur’an sebagai pedoman yang menempatkannya pada skala prioritas terdepan sebagai pemandu jalan hidupnya sampai ke surga kelak. Dalam hal ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga hawa nafsumu tunduk kepada apa yang aku bawa.” ( Al-Qur’an).” ( HR. Al-Hakim ).
“Al-Qur’an itu penolong yang diperkenankan pertolongannya dan pembela yang dibenarkan pembelaannya. Barangsiapa menjadikan Al-Qur’an di depan ( sebagai pedoman ) dia akan menuntun kedalam surga dan barangsiapa menjadikan Al-Qur’an dibelakang, maka ia akan menyeret ke dalam neraka.” (HR. Ibnu Hibban dan Baihaqi dengan sanad yang baik ).
WABIL AKHIRATIHUM YUUQINUUN. ( Dan terhadap hari akhir (kiamat) mereka iman (yakin).
Sudah menjadi kepastian dari Allah bahwa alam ini akan berakhir, kiamat pasti terjadi. Ini keyakinan orang yang beriman yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tidak mungkin menjadi seorang mukmin (taqwa) tanpa iman kepada hari akhirat. Bahkan keingkaran seseorang kepada hari akhirat menjatuhkan dia dari derajat manusia kepada derajat binatang yang paling rendah.
Analisa para ahli ilmu sepakat bahwa alam ini tidak kekal. Semua kekuatan dan benda-benda yang ada didalamnya adalah terbatas, tidak boleh tidak satu ketika akan binasa. Para sarjana ilmu alam pun telah bulat pendapatnya, bahwa matahari suatu saat akan mati, dingin dan hilang cahanya. Keseimbangan daya tarik dan peredaran planet-planet pun akan lenyap.
Orang beriman meyakini bahwa akhirat itu lebih baik dari kehidupan di dunia ini.
“Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka. Kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.” (QS. Al-Gashiyah : 25-26).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar